Asap

Seiring dengan perkembangan dunia, kebutuhan manusia juga ikut berkembang, yang namanya kebutuhan tidak lagi terbatas hanya memenuhi kebutuhan hidup. 
Berkat revolusi industri, manusia tidak lagi memproses kebutuhan dengan kedua tangannya sendiri, hanya saja, dunia ini tidak semua negara mengalami perkembangan yang sejajar, negara yang mempunyai kemajuan di sesuatu bidang malah akan mengalahkan negara yang mempunyai sumber bahan material, yah, mereka memproduksi sesuatu dari bahan milik mereka, dengan tenaga mereka, yang kemudian membeli kembali produk yang mereka produksi sendiri.
Manusia baru ada di muka bumi ini untuk mungkin 65.000 tahun terakhir, tapi dengan kemampuan mereka dari ledakan volume otak, sudah mampu mengubah muka bumi.

Perjalanan ke Sumatra Utara, berangkat dengan harapan akan kembali ke Jakarta dalam waktu dua tiga hari, dan… pada saat menulis blog ini, papa masih terjebak di kota di pedalaman propinsi yang berdampingan dengan Malaysia dan Singapore. Kedua negara yang malang. 
Selama berapa tahun terakhir, masalah polusi di china selalu ditertawakan oleh papa, yang namanya kabut asap/Haze, ya anggap saja versi upgrade dari kabut, awalnya kabut kan cuma hasil pertemuan antar uap panas dan dingin, sekarang ditambah bumbu baru, hasil kotoran industri biasanya. Selama negara komunis masih berkuasa, yang namanya keajaiban dunia modern khusus gaya china akan terus terjadi, yang melawan hukum alam yang paling menonjol dari kasus haze adalah “penjernihan langit beijing”, dua kali yang paling bermakna, olympic 2008 dan parade militer 2015, minim ribuan industri berat dari 7 propinsi dihentikan, demi mewujudkan image “langit biru”.

Kembali ke kasus indonesia, sejak dulu, yah, kalian belum lahir, Indonesia ketika bulan-bulan bercocok tanam akan dimulai, sebelum musim hujan dimulai, negara tetangga, Malay dan Singapore pasti akan mulai protes akan asap kiriman dari Indonesia, ketika itu, masih merasa kayaknya mereka membesar-besarkan masalah ini, bagaimana bisa pembakaran hutan hingga menganggu negara tetangga, bukankah asap sebentar saja sudah hilang…Aneh, memang negara-negara itu cari masalah tok!

Hari pertama di Sumatra, memang dilewatkan dengan normal, kan tiba di sini sudah siang, dan dilanjutkan ke kec. Batang Toru hingga sore lanjut ke Padang Sidimpuan, capek sudah, mana sempat memperhatikan kondisi langit dll. Hari kedua, barulah mulai memperhatikan lingkungan sekitar, siang hari, membersihkan lensa kacamata untuk pertama kalinya, ini terus berlanjut sampai sore hari. Well… Kalau saja kabut asap hanya berada di lingkungan terbuka masih bisa dipahami, tapi yang satu ini sampai masuk ke dalam hotel! Sejauh mata memandang, seluruh isi hotel berwarna abu-abu, tentu saja pikiran adalah kacamata sudah buram, kotor karena lemak yang melekat di lensa. 

Yang dulu dipelajari dari buku pelajaran, pembakaran hutan ini lebih ke tujuan membuka lahan untuk menanam, dalam pemahaman awal adalah demi menanam tanaman pangan, sayangnya dunia sekarang sudah beda, semua tanaman yang ditanam lebih bersifat ekonomis, alias bukan untuk makan manusia, tiga tanaman yang paling dominan adalah kelapa sawit, kedelai dan Jagung. memang tidak dikonsumsi manusia secara langsung, berkat perkembangan rekayasa gizi, ketiga tanaman tersebut mempunyai hasil pengembangan yang sangat besar atau luas bidang pemakaiannya, meliputi segala bidang, tidak lagi terbatas di bidang pangan. Indonesia untungnya terletak di garis khatulistiwa, sehingga tanaman yang ditanam secara luas hanya kelapa sawit dan tanaman penghasil pulp kertas. Dari top 10 orang terkaya di indonesia, mungkin lima orang di antaranya mempunya andil dalam perkebunan kelapa sawit. yah, masalah kertas sekali lagi kembali ke Sinar Mas. isu setiap tahun selalu sama. Di belahan dunia yang lain, hal yang serupa juga sedang terjadi, bahkan sudah terjadi sejak lama, sebelum isu lingkungan menjadi perhatian penghuni bumi. Hutan Amazon, Brazil, Argentina, dan beberapa tempat lain di amerika selatan, sudah tereksploitasi sejak lama.

Topik kabut asap di Sumatra, kota yang aku datangi ini, isu/masalah terbesar yang mereka perhatikan adalah berapa orang yang terkena infeksi pernapasan. Yah, memang tidak ada tindakan yang bisa dilakukan. Anggapannya adalah asap kiriman, dari sisi selatan pulau Sumatra. Semua orang yang papa tanyai, jawaban selalu sama, bahwa asap ini adalah rutinitas setiap tahun, kalau tidak ada asap, ini baru aneh… setidaknya sejak mereka kecil sudah ada.

Info terakhir dari berita televisi, bahwa pembakaran hutan di sumatra mencapai 58.000 Ha, sebuah angka yang fantastis, ketika melihat angka ini, yang kebayang adalah, berapa orang yang melakukan pembakaran…

评论